LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
PEMELIHARAAN SIMPANSE (Pan troglodytes Blumenbach) DI PUSAT
PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Created by : MIFTAKHATUN
B1J009128
I.
PENDAHULUAN
Simpanse merupakan salah satu primata yang statusnya terancam punah dalam
daftar merah IUCN 2007. Menurut Stirer (2000), satwa dengan ketegori terancam
punah mempunyai resiko kepunahan yang tinggi. Salah satu upaya konservasi
simpanse adalah dengan captive breeding
seperti yang dilakukan pusat primata schmutzer (PPS). Perbedaan kondisi
penangkaran dengan habitat alami dapat membentuk pola perilaku harian yang
berbeda.
Simpanse dikenal sebagai primata pintar yang dapat membuat dan menggunakan
alat untuk membantu mendapatkan makanan. Di alam, simpanse menggunakan ranting
pohon dengan teknik memancing. Simpanse juga memanfaatkan daun untuk
membantunya menampung air minum, menggunakan teknik “ palu dan paku “ untuk
memecahkan kacang dengan memanfaatkan kayu dan batu, serta menggunakan daun ficus
mucuso untuk pengobatan (Dolhinow dan Fuentes, 1999; Humle dan Matsuzawa,
2001).
Simpanse merupakan anggota dari keluarga Hominidae, bersama dengan gorila, manusia, dan orangutan. Simpanse terpisah dengan manusia dalam keluarga sekitar 4 -
6 juta tahun lalu. Spesies simpanse merupakan kerabat
terdekat manusia, semuanya berasal dari anggota suku
Hominini (berikut dengan spesies yang punah dari sub-suku Hominina). Spesies dari genus Pan tersebut
terpisah sekitar 1 juta tahun lalu. Simpanse merupakan hewan dimorfisme seksual. Ukuran
tubuh jantan dewasa lebih besar daripada betina, yaitu berkisar antara 1 sampai
1,6 meter dengan berat tubuh berkisar antara 4,5 kg sampai 88 kg
(Oaklandzoo, 2003).
Simpanse
hidup dalam grup sosial multi-jantan dan multi-betina yang besar. Suatu kelompok simpanse terdapat hirarki sosial yang jelas dan dialam memiliki sekitar 50 anggota
yang terdiri dari individu jantan
sebagai ketua yang di sebut “alpha male”(Hartman, 2006).
Simpanse banyak hidup di hutan hujan tropis Afrika
Tengah. Mereka tersebar mulai dari 10 derajat lintang utara hingga 8 derajat
lintang selatan. Kera besar ini ditemukan mulai dari Gambia (Afrika bagian
barat), Uganda (Afrika bagian timur), Kongo, dan Zaire. Meskipun habitat
alaminya adalah hutan hujan tropis Afrika, namun simpanse juga memanfaatkan
jenis habitat lain untuk ditempati seperti hutan savana dan hutan di pegunungan
dengan ketinggian di atas 2.750 m (Shefferly, 2007).
Terdapat dua spesies pada genus Pan yaitu Pan troglodytes dan Pan panicus. Sebutan simpanse saat ini lebih di tunjukan kepada
spesies P. troglodytes sedangkan
spesies P. paniscus lebih dikenal
sebagai “pygmy chimpanzee” atau bonobo. Simpanse (Pan troglodytes) merupakan hominoid terkecil diantara dua kera
Afrika yang ada. Seperti anggota kera besar lainya yaitu gorila dan orang utan,
simpanse mempunyai lengan yang lebih panjang daripada kakiknya, tidak mempunyai
ekor, dan mempunyai ibu jari yang besar. Kebanyakan simpanse berwarna hitam,
namun ada pula yang memiliki punggung abu-abu. Wajahnya lonjong, tidak ditutupi
rambut dan rahangnya panjang, kulit cenderung berwarna merah muda pada waktu
bayi dan bertambah gelap seiring dengan bertambahnya usia. Bibirnya tipis, tonjolan
pada alis terlihat jelas , dan mempunyai telinga yang besar ( Rowe, 1996;
Hoeve, 1991).
Klasifikasi Simpanse (Pan troglodytes) menurut Rowe (1996) sebagai
berikut :
Genus :
Pan
Spesies : Pan troglodytes
Kesejahteraan hewan (Animal welfare) merupakan salah satu
faktor yang harus diperhatikan untuk menjamin kesuksesan upaya konservasi simpanse
di PPS. Kandang, pakan, vegetasi dalam kandang, dan program pengayaan (Enrichment) harus di sesuaikan dengan
kebutuhan simpanse yang mudah mengalami stress. Satwa liar yang stress dapat
membahayakan dirinya dan tentu akan menghambat upaya pelestarian.
Menurut Utami (2002),
faktor penting dalam kesejahteraan hewan adalah faktor fisik, sosial dan
psikologi hewan . Faktor fisik yang perlu diperhatikan diantaranya cukup
tersedia makanan, tempat berlindung, kesehatan
dan kondisi iklim yang sesuai dengan aktivitas hidup, reproduksi serta
bebas dari penyakit. Faktor sosial yang harus diperhatikan adalah interaksi sosial
seperti bermain, menelisik dan seksual. Satwa yang berada dalam lingkungan penangkaran
harus terbebas dari kebosanan, cekaman, dan tingkah laku abnormal.
Tujuan dilaksanakan praktik kerja lapangan ini :
Mengetahui cara pemeliharaan simpanse dan mengetahui prosedur perawatan simpanse yang baik.
Manfaat kerja praktek lapangan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pemeliharaan simpanse
dan menambah pengetahuan mengenai proses perawatan simpanse.
II.
MATERI DAN METODE PRAKTEK
KERJA LAPANGAN
1.
Materi
1.1 Objek Pengamatan
Objek yang diamati adalah 3 individu Simpanse (Pan troglodytes Blumenbach) yang ada
di Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Simpanse yang diamati terdiri dari
satu jenis induvidu betina yaitu Monica (22 tahun ), dan dua jenis jantan
dewasa Cassa (32 tahun) dan Petsy (52 tahun).
1.2 Waktu dan
Lokasi Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan ini
dilaksanakan selama 10
hari yaitu pada tanggal 27 Januari - 03 Februari 2012 di
Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
2. Metode Praktek Kerja Lapangan
2.1 Cara Pemeliharaan
Mengamati secara langsung pemeliharaan Simpanse (Pan troglodytes Blumenbach) di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
2.2 Cara Perawatan
Mengamati secara langsung cara perawatan termasuk cara memberi makan, pemeriksaan kesehatan, membersihkan
kandang Simpanse (Pan troglodytes Blumenbach) di Taman Margasatwa
Ragunan, Jakarta Selatan.
3.
Evaluasi Kerja
1.
Mengamati
secara langsung pemeliharaan Simpanse (Pan
troglodytes Blumenbach) di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan
2.
Mengamati
secara langsung perawatan termasuk cara pemberian pakan, pemeriksaan kesehatan,
pembersihkan kandang Simpanse (Pan
troglodytes Blumenbach) di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan
III.
EVALUASI HASIL KERJA
3.1 Deskripsi Lokasi Taman Margasatwa
Ragunan, Jakarta Selatan
Taman Margasatwa
Ragunan (TMR) DKI Jakarta diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tanggal 22 juni
1966. TMR berada pada ketinggian 50 meter diatas permukaan laut dengan curah
hujan tahunan rata-rata 2.300 mm dan kelembaban tahunan rata-rata 60%. TMR
dahulu hanya menempati areal seluas 10 ha kemudian berkembang hingga kini total
area mencapai 135 ha. TMR berfungsi sebagai sarana perlindungan dan pelestarian
alam (konservasi ex situ), sarana
pendidikan , sarana penelitian serta sarana rekreasi bagi masyarakat.
Berdasarkan
inventaris satwa per 31 Desember 2007, koleksi TMR terdiri dari 82 spesies
mamalia ,132 spesies aves, 41 spesies reptil, dan 19 spesies dengan total
keseluruhan satwa sebanyak 3.500 ekor. Pusat primata Schmutzer (PPS) merupakan
lokasi khusus primata yang berada dalam TMR, dan dibangun atas prakarsa mendiang
ibu Puck Schmutzer. Pembangunan dan pengembangan PPS mulai tahun 2000 dan
peresmian tahap pertama dilakukan tahun 2002. PPS mempunyai luas kurang lebih
13 ha dan baru digunakan sebanyak 6 ha. Pembangunan PPS diharapkan dapat
membantu masyarakat Indonesia untuk lebih
menghargai dan peduli pada satwa liar khususnya primata.
Prinsip-
prinsip pengolahan primata yang diterapkan PPS berbeda dengan prinsip
pengolahan kebun binatang secara umumnya di Indonesia. Prinsip PPS bukan untuk
mengkoleksi primata sehingga seluruh primata yang berada di PPS hanya satwa-satwa
hasil breeding, serahan masyarakat atau sitaan.
Satwa-satwa PPS
direhabilitasi untuk kemudian dilepaskan kembali ke habitat aslinya, contohnya
adalah progam rehabilitasi orang utan yang akan dikirimkan ke wana riset,
Kalimantan Timur. Banyak satwa primata sitaan di PPS yang sudah terlanjur
menjadi hewan pemeliharaan (pet)
sehingga sulit diliarkan kembali.
3.3 Fasilitas Simpanse
Fasilitas Simpanse
di PPS merupakan sebuah lahan seluas 1,5
ha yang dilengkapi dengan beberapa pulau buatan (arficial island) yang belum sepenuhnya selesai seperti yang direncanakan.
Saat ini pembangunan fasilitas simpanse baru mencapai tahap 1 dan pembangunan
tahap 2 masih dalam proses.
Pulau buatan
untuk simpanse berada di dekat kandang Yaki (Macaca agilis). Kandang
luar simpanse ini berbentuk lingkaran dengan luas keseluhan mencapai 1.150 m2. Pulau buatan dikelilingi oleh parit
selebar 3,3 m. Parit sebagai pembatas antara pulau dan pengamanan pengunjung
dilengkapi dengan kawat listrik yang dipasang 30 cm diatas permukaan air.
Terdapat dua jembatan permanen yang menghubungkan pulau dengan kandang tidur
simpanse dan dua jembatan geser yang bisa digunakan perawat untuk menyebarkan
pakan dan membersihkan kandang luar.
3.4 Profil Simpanse
Simpanse yang
terdapat di Pusat Primata Schumutzer tahun 2011 berjumlah 3 ekor dua jantan dan
satu betina. Simpanse tersebut yaitu :
a.
Petsy lahir
tanggal 17 Maret 1960 di Wellington Zoological Garden, Inggris (Captive born). Petsy atau biasa dipanggil
pet merupakan individu jantan tetua dan merupakan pasangan conny yang kini sudah
mati. Pet berbadan tambun dengan perut buncit dan mempunyai langan yang kekar.
Rambut tumbuh pendek berwarna coklat kehitaman kecuali pada bagian pipi yang
berwarna putih.
b.
Cassa lahir di
alam (Wild born) sekitar tahuan 1980.
Cassa dibawa dari Spanyol ke Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta pada tahun 1982.
Cassa memiliki tubuh yang ramping dibandingkan simpanse lain di PPS. Selain
dari warna rambutnnya yang coklat keperakan, Cassa dapat dikenali dari wajahnya
yang tidak simetris. Jantan kedua di PPS ini merupakan ayah dari Monica.
c.
Monica lahir
di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta pada tanggal 4 Februari 1990 (Captive born) dari pasangan cassa dan
campo. Monica memiliki warna rambut hitam kecoklatan dengan ciri khas yaitu
warna rambut dari pinggang sampai kaki kecoklatan sedangkan dari pinggang
sampai kepala hitam. Ciri khas lain adalah warna matanya yang orange seperti
mata Campo, ibunya.
Gambar 1. Simpanse (Pan troglodytes) yang ada di PPS


3.5 Kesejahteraan Simpanse Di Pusat Primata Schumutzer
Pemeliharaan
satwa liar secara eksitu dengan tujuan captive breeding untuk usaha pelestarian
harus memperhatikan beberapa faktor yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan (Animal welfare). Kesejahteraan hewan
bertujuan untuk mengurangi penderitaan satwa ketika digunakan oleh manusia
seperti salah satunya yang dilakukan di PPS. Farm animal welfare council, Inggris telah mengatur lima poin
kebebasan satwa dan sejak lama telah digunakan oleh masyarakat yang bekerja
dengan hewan seperti peneliti dan pengelola kebun binatang (WSPA, 2002).
Kebun
binatang dan pusat primata sudah seharusnya mengikuti aturan kesejahteraan
hewan dan menjalankan standar umum dalam memperagakan satwa. Menurut Utami
(2002), standar yang ditetapkan adalah standar minimum dan tidak menutup adanya
perlakuan tambahan hasil pelatihan dan pengalaman serta informasi lain yang
digunakan dalam pemeliharaan satwa liar. Standar umum peragaan satwa meliputi display, shelter, ruang terbuka , fasilitas pengunjung, nutrisi, kebersihan
, penyimpanan makanan, penyiapan makanan, pembuangan limbah , pengontrolan hama
dan predator. Pemeriksaan kesehatan , pengecekan kesehatan awal selama 60-90
hari di karantina bagi satwa baru, dan penanganan satwa mati.
Faktor
lain yang mendukung kesejahteraan satwa adalah pemeliharaan dan pengolahan bagi
satwa serta keamanan dan pengamanan pengunjung. Pemeliharaan dan pengolahan meliputi
desain kandang, pengandangan di ruang tertutup , dan papan petunjuk mengenai
larangan dan peraturan yang harus di ikuti oleh pengunjung. Keamanan dan
pengamaman meliputi pembangunan kandang serta terdapatnya papan peringatan bagi
pengunjung apabila satwa yang diperagakan adalah satwa berbahaya.
PPS
(Pusat Primata Schumutzer) sejak mulai difungsikan pada tahun 2002 telah memenuhi
standar umum kesejahteraan satwa liar di kebun binatang . beberapa poin utama
untuk mendukung upaya kesejahtersan hewan yang telah di tetapkan di PPS adalah
makanan, pengolahan kandang, pemelihaaran kesehatan, pencatatan dan
pemilihan keeper.
a.
Makanan Simpanse
Pakan
simpanse di PPS diberikan tiga kali sehari, yaitu pada pukul 08.30 pukul 13.00
dan 15.30 wib. Pagi hari pakan diberikan dua kali yaitu didalam kandang tidur
dan di kandang luar. Dikandang tidur, masing
– masing simpanse diberi sarapan pagi dengan menu roti tawar isi selai madu dan
minuman (sirup / susu secara bergantian) sebanyak 500 ml. Setelah pemberian
pakan , keeper atau perawat akan
menyebarkan pakan simpanse berupa capuran buah-buahan dan sayuran yang telah di
cuci bersih.
Penyebaran
pakan ini bertujuan agar simpanse aktif bergerak mencari pakan ketika
dikeluarkan ke kandang luar seperti tingkah lakunya di alam. Menurut Fulk et.al (1992), penyebaran pakan mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan dengan pemberian pakan secara langsung , yaitu
untuk memindahkan satwa dari suatu lokasi ke lokasi yang lain dan untuk memberikan
nilai pendidikan bagi publik.
Sore
hari, pakan simpanse di berikan di kandang tidur (Holding area) dengan tujuan memancing simpanse masuk. Kombinasi
pakan sore dengan pakan pagi selalu di bedakan untuk mencegah kebosanan. Dua
hari sekali pakan sore diberikan tambahan pengayaan seperti telur rebus, ubi
rebus dan kentang rebus. Pemberian pengayaan juga dilakukan untuk menggantikan
jenis pakan yang berkurang pada hari kedua setelah pengadaan pakan. Bubur oat
terkadang masuk dalam menu pakan simpanse. Untuk simpanse yang mempunyai kesulitan makan.
Simpanse memerlukan beberapa suplai makanan. Makanan mereka adalah buah dan sayuran yang
segar. Penyiapan dan penyimpanan buah dan sayuran harus higenis untuk mencegah
berbagai macam penyakit. Komposisi buah
sekitar 60 – 70 %, sayuran 10-20%
ataupun makanan tambahan 5 - 10%. Komposisi buahnya terdiri atas
Apel Merah (Malus domestica), Apel Malang (Malus sylvertiris), Pir (Pyrus communis), Jambu Biji Merah (Psidium guajava), Jeruk (Citrus sp), Melon (Cucumis melo L), Pisang (Musa
paradisiaca), Pepaya (Carica papaya),
Salak (Salacca zalacca),
Markisa (Passiflora edulis),
Manggis (Garcinia
mangostana), Sawo (Manilkara zapota), Kacang (Arachis hypogae),
Anggur (Vitis vinifera), Kelengkeng (Dimocarpus longan). Komposisi
sayuran yang diberikan seperti Selada (Lactuca sativa), Timun (Cucumis
sativus), Terong (Solanum melongena),
Wortel (Daucus carota), dan Daun
Tumek, Jagung (Zea mays), Kentang
Rebus (Solanum tuberosum). Komposisi
makanan tambahan terdiri dari Roti, Kurma (Phoenix
dactylifera), Kismis, Telur ayam rebus, dan
Ubi rebus (Ipomea batatas).
Tabel 1.1 Jenis makan yang di konsumsi Simpanse
No.
|
Jenis Makanan
|
Waktu Pemberian
|
Pagi
|
Siang
|
Sore
|
1.
|
Pisang (Musa paradisiaca)
|
ü
|
|
ü
|
2.
|
Jeruk (Citrus sp)
|
ü
|
|
|
3.
|
Timun (Cucumis sativus)
|
|
|
ü
|
4.
|
Markisa (Passiflora
edulis)
|
ü
|
|
|
5.
|
Manggis (Garcinia
mangostana)
|
|
|
ü
|
6.
|
Pepaya (Carica papaya)
|
ü
|
|
ü
|
7.
|
Salak (Salacca
zalacca)
|
ü
|
|
|
8.
|
Pir (Pyrus communis)
|
ü
|
|
ü
|
9.
|
Apel Malang (Malus
sylvertiris)
|
ü
|
|
ü
|
10.
|
Apel Merah (Malus
domestica)
|
ü
|
|
|
11.
|
Sawo (Manilkara
zapota)
|
ü
|
|
ü
|
12.
|
Jambu Biji Merah (Psidium
guajava)
|
ü
|
|
|
13.
|
Melon (Cucumis melo L)
|
ü
|
|
ü
|
14.
|
Kelengkeng (Dimocarpus longan)
|
|
ü
|
|
15.
|
|
|
ü
|
|
16.
|
Ubi rebus (Ipomea batatas)
|
|
|
ü
|
17.
|
Kentang Rebus (Solanum
tuberosum)
|
|
|
ü
|
18.
|
Jagung (Zea mays)
|
|
|
ü
|
19.
|
Kacang (Arachis hypogae)
|
|
ü
|
|
20.
|
Bubur Quacare oat
|
ü
|
|
|
21.
|
Roti tawar
|
ü
|
|
|
22.
|
Kismis
|
|
ü
|
|
23.
|
Telur rebus
|
|
|
ü
|
Gambar 2. Jenis – jenis makanan Simpanse
a.
Pengolahan Kandang Simpanse
Simpanse
di PPS ditempatkan di dua kandang luar (Enclosure)
terpisah. Kandang simpanse terbagi menjadi dua bagian yaitu kandang peraga
alami (kandang luar) dan kandang tidur.
Kandang peraga alami merupakan tempat simpanse melakukan perilaku hariannya
mulai pukul 08.00 s.d 16.00 wib. Di kandang luar terdapat berbagai tumbuhan
yang tumbuh maupun sengaja ditanam untuk menciptakan lingkungan yang alami.
Beberapa pengayaan ditambahkan di kandang luar agar simpanse tidak merasa bosan
dan dapat beraktivitas seperti halnya simpanse di alam. Sore harinya simpanse
masuk kekandang tidur dan mendapatkan pengayaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan tidur simpanse yaitu berupa sarang buatan dengan jerami sebagai
pelengkap. Kandang luar simpanse rutin dibersihkan setiap pagi oleh perawat
dari sisa-siasa pakan hari sebelumnya. Selain mengotori kandang luar, sisa-
saisa pakan juga di khawatirkan menimbulkan penyakit apabila termakan kembali
oleh simpanse.
Gambar 3. Kandang Simpanse (Pan
troglodytes) di PPS
a.
Pemelihaaran kesehatan
Simpanse
di PPS mendapatkan upaya preventif terhadap beberapa penyakit umum seperti
diare dan cacingan. Pencegahan penyakit diare yang disebabkan makanan dilakukan
dengan menjaga kebersihan makan. Sebelum peracikan menu , setiap jenis makanan
di cuci dengan air yang mengalir sampai bersih. Dapur makan juga senansitasa
dijaga kebersihananya dan alat –alatnya yang digunakan seperti pisau , blender,
dan panci untuk memasak selalu dipastikan kebersihannya sebelum dan sesudah
digunakan. Pencegahan penyakit cacingan dilakukan dengan pemberian obat cacing
‘’Vermox’’ dua bulan sekali dengan dosis tunggal dewasa. Pemberian multi
vitamin seperti ‘’Sakatonik ‘’ dan Scot Emultion ‘’ juga diberikan satu bulan
sekali dengan dosis dewasa sebagai upaya preventif penurunan kondisi tubuh
simpanse. Menurut Fulk et.al (1992) ,simpanse
di penangkaran rentan terserang hypercholesterolemia,
kekurangan zat besi dan obesitas.
b.
Pencataan dan pemilihan keeper
Pusat primata telah melakukan pencataan (studybook) mengenai asal usul primata
yang ditangkarkan, dan setiap minggunya selalu di perbaharui dengan memasukan
informasi baru mengenai perkembangan simpanse.
Pemilihan
keeper (perawat) di PPS merupakan hal
yang utama yang dilakukan untuk menjamin kesehatan dan psikologis simpanse.
Pemilihan keeper diharapkan mampu
merawat, menjaga simpanse dan mengetahui perkembangan simpanse. Pemeliharaan
simpanse ini di perlukan keeper yang
handal dimana memiliki kepekaan, kesabaran dalam merawat simpanse.
3.6
Kesimpulan dan Saran
a.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah di
uraikan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1. Pemeriksaan
kesehatan dan pembersihan kandang luar maupun dalam secara rutin.
2. Penyimpanan dan penyiapan makanan secara
higenis untuk mencegah berbagai macam penyakit.
b.
Saran
Di harapkan dalam
pemeliharaan Simpanse lebih diperhatikan dengan pemberian makanan yang teratur
dan penyimpanan makanan secara higenis.